Tedi Goenarto, Temenku Sing Ora Ceto

Meskipun harus meninggalkan pekerjaan, untuk menulis tulisan ini, saya tidak menyesal. Tulisan ini adalah penegasan, sebagai saksi pelaku pragmatisme. Saya berhak untuk sadar !!

Karena itulah saya tuliskan cerita ini, Kira-kira tulisan ini saya peruntukkan buat teman-teman seperjuangan, yang sedang kuliah, bekerja, melamun, dan terjebak paceklik pasca kuliah.

Ya, tedi goenarto, itulah namanya . Nama yang kurang oke memang, tapi cukuplah untuk mengharumkan gunungkidul, setidaknya untuk saat ini. Sejujurnya, saya bangga, si “bandit” Tedy Goenarto menepati nazarnya lulus kuliah dengan berjalan kaki dari Yogyakarta ke Gunungkidul kurang lebih sejauh 50 KM. Hebatnya lagi, dalam perjalanannya tedi membagikan bantuan kemanusiaan ke panti asuhan dan masyarakat yang membutuhkan (radar jogja, 5 Maret 2013).

Awalnya saya memang tertawa mendengarnya. Tapi tidak dengan keinginan menghina, saya tertawa ternyata si bandit itu benar-benar termasuk orang gila. Saban malam jam 02.00 berangkat dari jogja ke gunungkidul. Dalam situasi bangsa yang memuakkan ini, masih ada mahasiswa memilih pilihan yang tidak masuk akal.

Bagi saya, keinginan tedi untuk membantu yatim piatu adalah kenyataan yang aneh dan utopis. Betapa tidak, bagaimana mungkin orang yang dulu saya kenal gondrong semrawut dan main game sepanjang hari ternyata punya kebesaran hati, naluri keadaban, dan menyimpan banyak mimpi untuk bangsa ini.

Padahal dulu tak ubahnya (maaf) dia hanya saya anggap salah satu benalu dari jutaan benalu bangsa ini. Alasannya jelas (1) Nyontek tugas kuliah,(2) berantem saat futsal, (3)bolos kuliah, sama satu lagi, (4)sms titip absen kuliah. Ya begitulah,

Jika boleh jujur, tedi memang spesial, saking spesialnya, kalo soal pacar tedi lah kampiunnya. Disusun jari sepuluh takkan cukup untuk menghitung mantan pacarnya. Saya berani bersumpah kenyataan ini benar adanya. Ngakak tak berhenti waktu membaca puisi curhat perjalanan cintanya di dokumen word flash disk rahasianya. Hahaha, kawan-kawan, hatinya merah jambu.

Tapi yang jelas, hari ini tedi bukan lagi benalu. Tedi sudah menjadi palu yang mengetok otak kepala kita untuk peduli terhadap sesama. Dengan segala niat baiknya pada hakikatnya (meskipun banyak yang tidak menyadari) tedi menggetarkan rasa kepeduliaan yang kuat, menggugah semangat kemanusiaan dan menyampaikan pesan yang dalam untuk kita semua, bahwa inilah caranya bertanah air.

Kemuliaan tedi, yang masih memikirkan anak yatim, harusnya menyentak kita semua. Tentang dimana kita berada, apa yang kita cari ?, dan untuk apa kita hidup ? Dibalik penampilan tedi yang mengibakan. Dia sudah terlebih dahulu menjawab, dia meyakini hidup bersama orang-orang disekitarnya, membangun sesuatu yang lebih nyata, membantu lingkungan sekitarnya, lebih rasional.

Ya, Hidup untuk bermanfaat bagi orang lain disekitarnya.

Yang pasti, Dia sekadar ingin mengajak kita menghadapi hidup secara utuh. Bahwa bersamaan dengan hilangnya pohon besar berarti merajalelanya semak belukar dan rerumputan. Hilangnya status mahasiswa berarti kesempatan bagi masyarakat untuk merasakan pencerahan yang sesungguhnya dari sang sarjana.

Begitulah seharusnya seorang sarjana !!

Semestinya hari ini kita sadar, takdir kita sebagai lulusan universitas harus dipertanggungjawabkan.

Tidak ada yang salah, bagi mereka yang akhirnya lulus kuliah terus bekerja pagi siang dan malam

Yang membuat saya khawatir adalah lingkungan yang membelenggu langkah kita untuk punya naluri kepedulian.

Pada saat itu yang terjadi adalah, denyut kemanusiaan dipaksa berhenti dengan sendirinya, korsa sosial kemasyarakatannya hilang tak berbekas, yang ada tinggallah pragmatism materialistis berbentuk gaji bulanan, cicilan motor, dan modal nikah. .

Kawan. .

Saya tidak bermaksud menyerah dalam logika linier itu, saya hanya ingin menuangkan kegelisahan yang menyesakkan hingga saat ini. Berharap untuk tidak terjebak pada uang dan karir. Karena benar adanya, materialisme hanya melahirkan pemahaman tentang pemakluman. .

Tapi sekali lagi, Saya berhak untuk sadar,

Terima kasih bapak tedi, Calon Bupati Gunungkidul,

Kau sudah mengagetkan kami,

Berulangkali saya baca radar jogja itu, sambil berkata dalam hati

Haha, kau ternyata tidak lulus SMA !!

tapi gapapa ted, ijazah paket C mu lebih mulia ketimbang ijazah SMA saya dengan nilai biologi 9,75

tapi bermodalkan jawaban contekan bocoran soal ujian nasional

Cangkeman !!

tedii

Leave a Reply

Your email address will not be published.

WC Captcha − 7 = 3