Jangan Pernah Menunda Berbuat Kebaikan

Dibalik semua perjalanan menyeramkan selama bekerja di perusahaan tambang ada satu kisah yang akan terus saya ingat, entah hingga sampai akhir hayat nanti. Sejak saat itu saya sadar, jangan pernah menunda-nunda untuk berbuat baik.

Ketika melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat di Desa Muara Bakah, Kalimantan Tengah, saya bertemu dengan bocah kecil yang kurang beruntung. Dia kurang beruntung karena terlahir di perkampungan terpencil yang hanya bisa diakses oleh klotok (perahu). Maulana, begitu panggilannya, terlahir kurang beruntung ditengah masyarakat yang tidak paham soal kesehatan serta tidak adanya fasilitas kesehatan.

Saat saya temui, kondisinya sudah terbaring lemah di tengah rumah. Tulang halusnya terlihat jelas didadanya. Mulutnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Berkali-kali saya kibaskan tangan untuk menghalau lalat-lalat yang hinggap di wajahnya. Saat itu, ingin sekali memeluk badan kurusnya, tapi karena takut mengganggu tubuhnya yang sudah lemah, saya hanya sempat berbisik lirih “dek, kamu kuat dan kita akan rumah sakit”

Saya tidak paham sama sekali apa penyakit yang dideritanya. Orang tuanya berujar, mulutnya tiba-tiba membengkak dan semakin lama semakin besar. Pernah dibawa ke rumah sakit kabupaten, tetapi karena ketiadaan fasilitas kesehatan disana, Maulana harus dirujuk ke Rumah Sakit Provinisi di Banjarmasin yang jaraknya 13 jam perjalanan dengan menggunakan perahu dan mobil. Karena jarak yang sangat jauh dan ketiadaan biaya, Ibunya Maulana memilih untuk tidak ke Banjarmasin dan memilih pengobatan tradisional.

Saat itu saya sempat menanyakan dukungan materil dari pihak desa, sebab Perusahaan tempat saya bekerja pernah memberikan uang dalam jumlah besar ke Kepala Desa. Tapi sayang, ternyata, uang itu tidak pernah diteruskan kepada warga.

Setelah bertemu Maulana, saya sempat menggalang dana dari beberapa orang teman-teman yang bekerja di Perusahaan. Saya sudah tidak ingat jumlahnya, tapi yang pasti sudah terkumpul beberapa juta dan sudah cukup untuk mengantarkan Maulana berobat ke Banjarmasin. Lewat perantara, uang itu kami serahkan kepada orang tua Maulana. Saya juga menitipkan pesan ke orang tuanya agar uang itu digunakan untuk berobat ke Banjarmasin.

Beberapa minggu berselang, saya kembali lagi ke kampung itu dan menanyakan kabar Maulana. Tapi yang saya lihat, kondisinya makin memprihatinkan, tubuhnya makin lemah dan semakin kurus. Setelah saya tanyakan, uangnya dipakai untuk apa, orang tuanya bilang bahwa uang itu habis dipakai untuk berobat ke dukun dan membeli infus.

Jujur, saat itu kecewa sekali rasanya. Tapi itulah yang terjadi. Dengan keterbatasan pengetahuan kesehatan, bujuk rayu dukun dan tidak adanya petugas medis disana, sangat wajar apabila orang tuanya tetap memilih pengobatan tradisional.

Menjelang pamit dari rumahnya, saya masih ingat, saya sempat merogoh kantong celana. Ada uang 500 ribu yang bisa saya berikan. Tapi, akhirnya uang itu urung saya berikan karena saya yakin pasti akan dipakai untuk berobat ke dukun. Saya berpikir lebih baik uang itu saya gunakan untuk membiayai ongkos petugas kesehatan untuk datang ke kampung guna membujuk ibunya Maulana agar anaknya segera dibawa ke Banjarmasin.

Namun demikian, belum sempat petugas kesehatan itu datang, terdengar kabar dari kampung bahwa Maulana telah tiada dan akan dimakamkan pada siang itu juga. Tangan gemetaran, sedih, kesal, merasa bersalah, bercampur menjadi satu. Kesal, karena saya yakin harusnya Maulana bisa terselamatkan apabila orang-orang di kampung itu peduli. Maulana pasti tidak akan pergi apabila fasilitas kesehatan, minimal puskesmas, tersedia dikampung itu.

Tapi, mungkin Allah maha baik. Mengambil Maulana untuk mengingatkan kita semua agar lebih peduli bagi saudara-saudara kita didaerah terpencil.

Hari itu saya hanya bisa termenung, terlebih lagi setelah mendengar cerita, Maulana meninggal karena sudah tidak ada infus lagi dirumahnya. Dan harga infus itu 250 ribu per tabungnya. Andaikan 500 ribu itu saya serahkan saat itu, mungkin saja Maulana akan bertahan.

Jangan pernah menunda-nunda untuk berbuat kebaikan.

Semoga Allah menempatkanmu ditempat terbaik disisiNya, Maulana

 

Warning: Attempt to read property "comment_ID" on null in /customers/8/4/e/mediawahyudiaskar.com/httpd.www/wp-includes/comment-template.php on line 677 Warning: Attempt to read property "user_id" on null in /customers/8/4/e/mediawahyudiaskar.com/httpd.www/wp-includes/comment-template.php on line 28 Warning: Attempt to read property "comment_ID" on null in /customers/8/4/e/mediawahyudiaskar.com/httpd.www/wp-includes/comment-template.php on line 48 Leave a Reply to Anonymous Cancel reply

Your email address will not be published.

WC Captcha − 1 = 1