Ketimpangan Ekonomi Indonesia Menurun, Benarkah?

Pemerintah merilis ketimpangan ekonomi Indonesia berkurang sejak era pemerintahan Jokowi. Pemerintah mengklaim bahwa program kartu sakti Jokowi ampuh mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi [1].

Tapi benarkah?

Penting untuk diketahui, masalah ketimpangan ekonomi adalah persoalan yang kompleks. Dibalik semua itu, data ketimpangan ekonomi juga bernilai politis. Keberhasilan pemerintah akan dicap sebagai keberpihakan pada masyarakat miskin.

Ada tiga metode penghitungan ketimpangan ekonomi, yaitu berdasarkan; (i) pengeluaran, (ii) pendapatan dan (iii) asset kekayaan.

Penghitungan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah berdasarkan pengeluaran rumah tangga. Asumsinya, pengeluaran rumah tangga dianggap mencerminkan pendapatan masyarakat. Penghitungan ini pernah dipakai oleh The American Enterprise Institute di Amerika Serikat pada tahun 2012 dan mengklaim bahwa tidak terjadi peningkatan ketimpangan ekonomi yang signifikan dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir. Metode ini mendapatkan kritik yang paling keras dari berbagai ekonom di dunia [2]. Kelemahan yang paling mendasar dari metode ini adalah karena ke-tidakakurat-annya dalam mencerminkan kekayaan seseorang.

Metode ini mengabaikan komponen lain seperti hutang dan pengaruh inflasi. Sebagai contoh: seseorang akan dicap semakin kaya apabila pengeluarannya meningkat, tidak peduli meskipun harga cabe meningkat, harga beras naik, ataupun kondisi keuangan rumah tangganya yang ditopang oleh hutang. Metode ini juga mengaburkan jumlah kekayaan orang kaya. Sebab, orang kaya tidak selalu membelanjakan uangnya berdasarkan jumlah pendapatannya. Ada kecenderungan orang kaya menyimpan lebih banyak uang dalam berbagai produk investasi yang seringkali tidak masuk dalam komponen pengeluaran.

Metode berikutnya adalah penghitungan berdasarkan pendapatan. Teknik ini adalah metode standar yang disarankan oleh Bank Dunia [3]. Metode ini jauh lebih baik dibandingkan pendekatan berdasarkan pengeluaran. Namun demikian, metode ini bukan tanpa kekurangan. Pencatatan pendapatan biasanya sulit sekali dilakukan karena masyarakat seringkali menutupi jumlah penghasilannya. Disamping itu, total pendapatan sering dicampuradukkan dengan komponen lainnya seperti pajak ataupun benefit dari pemerintah, sehingga mempengaruhi rasio ketimpangan.

Metode yang paling efektif adalah berdasarkan penghitungan asset rumah tangga. Metode ini semakin banyak digunakan oleh banyak ekonomi di dunia, seperti Dan Ariely (Harvard) dan Michael Norton (Duke). Kekurangannya adalah, asset rumah tangga menjadi tidak relevan untuk dihitung dalam jangka pendek.

Dari ketiga metode tersebut, penghitungan ketimpangan ekonomi yang digunakan oleh pemerintah berdasarkan pengeluaran rumah tangga akan menghasilkan rasio ketimpangan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dua pendekatan lainnya.

Disamping itu, klaim pemerintah bahwa telah terjadi penurunan ketimpangan ekonomi tidak bisa serta merta menandakan terjadinya peningkatan daya beli dan kesejahteraan masyarakat kecil. Dengan menggunakan pendekatan berbasis pengeluaran rumah tangga, penurunan rasio ketimpangan ekonomi di Indonesia kemungkinan besar diakibatkan oleh menurunnya konsumsi orang kaya karena lesunya perekonomian dunia dan pengaruh menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah dalam beberapa waktu terakhir.

Sebagian besar orang kaya di Indonesia sangat bergantung pada sektor perdagangan. Mereka memegang sebagian besar industri nasional dan sangat bergantung pada bahan baku impor dan pasar domestik. Menguatnya dolar akan berakibat pada bengkaknya biaya produksi dan menurunnya belanja perusahaan. Hal ini secara tidak langsung berimplikasi pada menurunnya konsumsi orang kaya di Indonesia.

Data dari Financial Inclusion Insight menunjukkan tren sebaliknya. Dengan menggunakan pendekatan berdasarkan asset rumah tangga yang saat ini dianggap paling relevan dalam mengukur ketimpangan ekonomi, saya menghitung rasio ketimpangan ekonomi Indonesia sejak pemerintahan Jokowi. Hasilnya, ketimpangan ekonomi rumah tangga di Indonesia meningkat hingga 12 persen.

Saya sangat mengapresiasi langkah pemerintah yang menggalakkan program untuk rakyat kecil. Jelas itu perlu dikawal, dikembangkan, dan dikelola sebaik mungkin. Tetapi, klaim atas keberhasilan program-program tersebut dalam mengatasi ketimpangan ekonomi tampaknya masih terlalu prematur. Sebab pada saat bersamaan, pemerintah masih menutup mata terhadap rendahnya upah minimum regional (UMR) di Indonesia. Data menunjukkan, pendapatan pekerja di Indonesia sangat timpang dibandingkan CEO-direksi tertinggi. Pendapatan CEO-direksi tertinggi bahkan mencapai lebih dari 3.268 kali gaji karyawan biasa. Sebagai perbandingan, karyawan di Jakarta mendapatkan upah setara UMR sebesar 3,3 juta rupiah per bulan dan gaji CEO-direksi tertinggi bisa mencapai 8 miliar rupiah per bulan [4]. Belum lagi masalah lain seperti terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap institusi keuangan, pendidikan serta kesehatan.

Saat ini ketimpangan ekonomi di Indonesia adalah yang terburuk ke 4 di dunia [5], 1 persen orang kaya di Indonesia bahkan menguasai 49 persen kekayaan nasional [6]. Itu faktanya.

Pemerintah tidak perlu terburu-buru mengharapkan label pahlawan dan ingin terlihat pro masyarakat miskin serta menjadikannya pencitraan politik.

Terlalu banyak yang harus dikerjakan. Sekali lagi, terlalu banyak yang harus dikerjakan.

  

Referensi

[1] http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170202074633-92-190729/dua-kartu-sakti-jokowi-ampuh-pangkas-ketimpangan-ekonomi/

[2] http://economistsview.typepad.com/economistsview/2012/10/the-myth-that-growing-consumption-inequality-is-a-myth.html

[3] http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTPOVERTY/EXTPA/0,,contentMDK:20238991~menuPK:492138~pagePK:148956~piPK:216618~theSitePK:430367,00.html

[4] http://csnbricsam.org/wp-content/uploads/2013/08/Indonesia-Inequality-Assessment-v2-2014.pdf

[5] http://katadata.co.id/infografik/2017/01/15/ketimpangan-ekonomi-indonesia-peringkat-4

[6] http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/10/di-indonesia-1-orang-terkaya-menguasai-49-kekayaan-nasional

Leave a Reply

Your email address will not be published.

WC Captcha + 39 = 46